Pages

Senin, 10 Desember 2012

Analisis Kritisq


MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF TIPE JIGSAW

  1. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw

Model pembelajaran jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman teman di Universitas Texas pada tahun  kurun waktu 1971 sampai 1978. Mereka mengembangkan model tersebut berdasarkan karakteristik kelas yang sangat heterogen dari segi latar belakang sosial.  Berikut adalah petunjuk singkatnya yang dipetik langsung dari  http://www.jigsaw.org (tanggal akses 3 Februari 2012) yang di translat oleh http://translate.google.co.id (tanggal akses 3 Februari 2012).
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut anggota kelompok lainnya (Arends,1997:34). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Anggota kelompok berkomposisi heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari. Bagian materi yang sudah tuntas dipelajari siswa kemudian disajikan kepada kelompok asal.
Jigsaw dirancang untuk memberikan kesempatan belajar yang adil kepada semua siswa. Demikian juga memberikan kesempatan yang sama untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mempelajari bagian materi ajar sehingga ia akan menjadi ahli dibidangnya. Keahlian yang dimilliki tersebut kemudian dibelajarkan kepada rekannya di kelompok lain. Rekannya di kelompok lain juga mempelajari materi ajar yang lain dan menjadi ahli di bidangnya. Interaksi yang terjadi adalah pola pembelajaran saling berbagi (share).  Setiap siswa akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena memiliki keahlian tersendiri yang diperlukan siswa lain. Setiap siswa akan merasa saling memerlukan dan tergantung dengan siswa lain.
Pola distribusi siswa dalam kelompok jigsaw adalah diawali dengan pembentukan kelompok asal. Dari kelompok asal kemudian didistribusikan ke kelompok ahli untuk mempelajari bidang tertentu sampai menjadi ahli. Siswa di kelompok ahli kemudian kembali ke kelompok asal untuk berbagi tentang ilmu yang sudah didapatkan melalui presentasi sederhana. Di kelompok asal siswa yang sudah ahli akan bertemu dengan siswa lain yang ahli di bidang lain untuk saling berbagi menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.
Dengan pola distribusi kelompok tersebut akan terjadi ketergantungan positif dengan teman kelompoknya. Rasa tanggung jawab antar anggota kelompok untuk memenangkan kuis pada akhir kegiatan menjadi tantangan bersama. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan termotivasi untuk membuat rekan dalam kelompok asal memahami bagian materi untuk dapat menjawab permasalahan yang diberikan guru. Model pembelajaran tersebut membuat setiap komponen pembelajaran berkolaborasi secara interaktif.  Tantangan yang motivatif menyebabkan interaksi antara media, sumber belajar dan siswa meningkat.

  1. Langkah-langkah model pembelajaran tipe jigsaw

Berikut langkah-langkah model classrom jigsaw terdiri dari : 1). Membagi siswa menjadi 6 kelompok jigsaw. Kelompok harus beragam dalam hal gender, etnis, ras, dan kemampuan.  2). Menunjuk salah satu siswa dari tiap kelompok sebagai pemimpin. Awalnya, orang ini harus menjadi siswa yang paling matang dalam kelompok.  3). Membagi pelajaran hari itu menjadi beberapa bagian.        4). Tugaskan setiap siswa untuk belajar satu bagian, memastikan siswa memiliki akses langsung hanya untuk bagian mereka sendiri. 5). Berikan siswa waktu untuk membaca lebih bagian mereka setidaknya dua kali dan menjadi akrab dengannya. Tidak perlu bagi mereka untuk menghafalkannya.  6). Membentuk "kelompok ahli"  dengan memilih salah satu siswa dari setiap kelompok jigsaw bergabung siswa yang berbeda di bagian yang sama. Beri siswa dalam kelompok ahli waktu untuk mendiskusikan poin-poin utama dari bagian mereka. 7). Bawa para siswa kembali ke kelompok asal. Mintalah setiap siswa untuk mempresentasikannya atau menjelaskan untuk kelompok asal. Mendorong anggota kelompok lain dalam kelompok untuk mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi.  8). Pemimpin kelompok dapat campur tangan dalam mengendalikan jalannya diskusi agar tetap tertib sehingga tujuan tercapai.  9). Pada akhir sesi, memberikan kuis pada materi sehingga siswa dengan cepat menyadari bahwa sesi ini tidak hanya menyenangkan dan permainan tapi benar-benar dihitung.

Selanjutnya model tersebut dikembangkan menjadi model pembelajaran jigsaw tipe II yang dikembangkan oleh Slavin. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw tipe II adalah sebagai berikut :
1.      Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Sebelum pembelajaran dimulai sebelumnya siswa sudah ditugaskan membaca materi pelajaran di rumah. Sehingga di sekolah melalui kelompok ahli siswa akan lebih memantapkan lagi dengan memperdalam setiap bagian materi yang akan dipelajari. Penjelasan awal kepada siswa tentang pola kegiatan model pembelajaran  jigsaw tipe II akan sangat membantu untuk memperlancar proses kegiatan.
  1.  Pengelompokan
Sebelum dikelompokkan siswa di-rangking  berdasarkan hasil kemampuan matematikanya. Di kelas IV/B dengan jumlah siswanya adalah 47 orang. Selanjutnya di rangking menjadi 6 peringkat berdasarkan nilai evaluasi pada kegiatan pra siklus.

(a)    Pembentukan kelompok awal
Pengelompokan dilakukan berdasarkan indeks prestasi siswa yang diberi indeks 1- 6. Pengelompokan ini dinamakan grup dimana tiap grup akan berisi :
(1)   Grup A {A1, A2, A3, A4, A5, A6}
(2)   Grup B {B1,  B2, B3, B4, B5, B6}
(3)   Grup C {C1, C2,  C3, C4, C5, C6}
(4)   Grup D {D1, D2, D3, D4, D5, D6}
(5)   Grup E {E1, E2, E3, E4, E5, E6 }
(6)   Grup F {F1, F2, F3, F4, F5, F6, }
(7)   Grup G {G1, G2, G3, G4, G5, G6 }
(8)   Grup H {H1, H2. H3, H4, H5, H6 }

(b)   Pembentukan kelompok ahli
Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang akan kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli (expert).
(1)   Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1}
(2)   Kelompok 2 { A2, B2. C2, D2 E2, F2, G2, H2}
(3)   Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3, F3, G3, F3 }
(4)   Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4, F4, G4, H4 }
(5)   Kelompok 5 {A5, B5, C5, D5, E5, F5, G5, H5 }
(6)   Kelompok 6 {A6, B6, C6, D6, E6, F6, G6, H6 }

Berikut bagan pembentukan dan distribusi kelompok asal dan ahli

Gambar 1. Bagan pembentukan kelompok asal dan ahli

Sistematika program perengkingan terlampir .

  1. Pembinaan kelompok expert
Tiap kelompok diberikan konsep matematika sesuai dengan kemampuannya. Dalam kegiatan penelitian ini KD 6.3 tentang penjumlahan pecahan dan 6.4 tentang pengurangan pecahan materinya dipilah menjadi beberapa bagian. Pemilahan tersebut mempertimbangkan karakteristik materi pelajaran yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui 4 (empat) empat kali pertemuan. Berikut pendistribusian materi pelajaran berdasarkan siklus, pertemuan dan kelompok ahli yang akan membahasnya.
(a)    Siklus I pertemuan I
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama
(b)   Siklus I pertemuan II
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama
(c)    Siklus II pertemuan I
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama
(d)   Siklus II pertemuan II
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran berpenyebut sama
Dalam kelompok ahli guru memberikan permasalahan pada masing-masing kelompok sebanyak 6 permasalahan. Dimana setiap kelompok ahli berkewajiban menyelesaikan setengah permasalahan saja selebihnya di bawa ke kelompok asal untuk dibawa ke kelompok asal untuk di bahas bersama.

  1. Diskusi
Setelah kelompok ahli memahami materi yang dipelajari, maka kelompok ahli kembali ke grup masing –masing. Setiap orang dalam grup memiliki keahlian masing-masing dan bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dengan teman-temannya dalam grup tersebut.  Dalam penelitian tindakan kelas ini setiap kelompok ahli telah membahas setengah permasalahan  pembinaan kelompok ahli di atas. Sisa permasalahan yang belum selesai akan diselesaikan bersama kelompok asal. Dimana pada saat tersebut setiap ahli dapat menjelaskan pengetahuannya masing-masing untuk dipresentasikan dan berbagi dengan rekannya di kelompok asal yang juga menjadi ahli di bidang lain.

  1.  Penilaian
Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Dalam fase ini tidak diperkenankan untuk bekerjasama. Kegiatan ini direncanakan dilakukan setiap kali mengakhiri pertemuan pembelajaran. Dimana dalam setiap pertemuan diberikan soal atau masalah pada setiap KD, dengan tingkat kesulitan soal berjenjang pada setiap pertemuan.  Hasil dari penilaian tersebut digunakan sebagai bahan refleksi baik bagi siswa maupun guru. Guru akan memberikan penguatan baik positif maupun negatif terhadap kelompok asal yang mendapat rata-rata nilai paling banyak maupun kepada yang belum beruntung karna kesempatan masih ada. Sementara bagi guru akan sangat bermanfaat dalam menentukan langakah pembelajaran selanjutnya agar pembelajaran menjadi lebih efektif dari setiap pertemuan dan siklus. Untuk mempermudah menggolongkan keberhasilan belajar kelompok maka berikut ini disajikan kreteria keberhasilan kelompok.











Tabel 2. Contoh Model Pensekoran

NAMA SISWA
SKOR AWAL
SKOR TEST
SELISIH
SKOR
PERKEMBANGAN
AA
20
100
80
40
BB
60
70
10
20
CC
50
100
50
40
DD
20
60
40
30
EE
70
60
-10
10
JUMLAH



140
RATA



28
KATAGORI



Tim super

6. Pengakuan kelompok
Berdasarkan data skor tersebut selanjutnya dirata-ratakan untuk mendapatkan skor individu dan skor kelompok. Pengakuan kepada kelompok diberikan berdasarkan katagori :

Tabel 3.  Katagori Pengakuan Kelompok

RATA-RATA TIM
PREDIKAT
0 ≤ x≤ 5

5 ≤ x≤ 15
Tim baik
15 ≤ x≤ 25
Tim hebat
25 ≤ x≤ 30
Tim super

Sumber : Raturmanan, 2002 dalam Trianto, 2009
Diposkan oleh Teacher Creative Corner di Kamis, April 05, 2012
Date: Kamis, 05 April 2012

Analisis Kritis Artikel

  1. Bibliografi Penulis  Raturmanan, 2002 dalam Trianto, 2009 (online). http://baliteacher.blogspot.com/2010/09/pendidikan-download.html, diakses pada tanggal 10 November 2012
  2. Tujuan Penulis
·         Memberikan informasi tentang pengertian model pembelajaran Jigsaw
·         Memberikan  informasi langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw
  1. Fakta Unik dalam bacaan
ü  Tantangan yang motivatif menyebabkan interaksi antara media, sumber belajar dan siswa meningkat.
ü  Model pembelajaran tersebut membuat setiap komponen pembelajaran berelaborasi secara interaktif. 
  1. Pertanyaan yang muncul setelah membaca artikel
Ø  Apakah model pembelajaran jigsaw cocok untuk semua mata pelajaran?
Ø  Bagaimana dengan siswa yang kurang bisa menjelaskan?
  1. Konsep yang terdapat dalam artikel ini :
Model pembelajaran jigsaw ini di pusatkan pada siswa yaitu siswa di tuntut untuk aktif, dengan dibagi menjadi kelompok, dan mendiskusikan materi dengan kelompok ahli akan membantu siswa dalam lebih memahami materi yang di bebankan pada siswa. Setelah siswa berdiskusi dengan kelompok ahli siswa harus kembali ke kelompok asal dengan anggota kelompok yang menguasai materi yang berbeda-beda, mereka saling menjelaskan. Setelah pejelasan selesai guru menyuruh kelompok lain untuk memberikan pertayaan untuk menguji pemahaman. Setelah itu guru akan mengadakan kuis sebagai evaluasi.
  1. Hal menarik yang saya peroleh dari membaca artikel ini :
v  Siswa mempunyai rasa tanggung jawab antar anggota kelompok untuk memenangkan kuis pada akhir kegiatan menjadi tantangan bersama.
v  Tantangan yang motivatif menyebabkan interaksi antara media, sumber belajar dan siswa meningkat.
  1.  Tanggapan saya terhadap artikel ini : Saya setuju dengan artikel ini karena model pembelajran Jigsaw sesuai dengan kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini, yaitu yang berpusat  pada siswa, jadi siswa yang di tuntut untuk aktif. Model pembelajaran tersebut membuat setiap komponen pembelajaran berkolaborasi secara interaktif.  Tantangan yang motivatif menyebabkan interaksi antara media, sumber belajar dan siswa meningkat. Rasa tanggung jawab antar anggota kelompok untuk memenangkan kuis pada akhir kegiatan menjadi tantangan bersama. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan termotivasi untuk membuat rekan dalam kelompok asal memahami bagian materi untuk dapat menjawab permasalahan yang diberikan guru. Akan tetapi tujuan utama dari pembelajaran jigsaw ini mempererat kekompakkan kelompok, sehingga mengurangi ke individuan siswa. Sehingga  kalau model pembelajaran ini diterapkan siswa tidak hanya pandai dalam individu akan tetapi siswa juga akan pandai dalam bekerjasama. Dalam penerapan di sekolah sebaikknya guru jangan terlalu sering menggunakannya akan tetapi memvariasi model pembelajaran, kadang-kadang menggunakan jigsaw, kadang-kadang klasikal dan sebagainya. Jika model kooperatif jigsaw  ini diterapkan sehari-hari maka pelajaran yang seharusnya selesai satu semester tidak selesai.Keuntungan Pembelajaran Kooperatif JigsawMenurut Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat. Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut:
    1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika. Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
    2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
    3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
    4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
    5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995).

Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi 'pengganjal' aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah:
    1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah "peer teaching", pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi "missconception".
    2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
    3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
    4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
    5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi bisa diatasi dengan model "team teaching". Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji.
 Model pembelajaran ini pernah di terapkan di SMAN 1 Sukodadi Lamongan pada pelajaran ekonomi. Pada

Narsis